Minggu, 21 Oktober 2012 1 komentar

Mekanisme Rasa Nyeri

Nyeri


Nyeri merupakan suatu sensasi yang ditimbulkan oleh adanya rangsangan yang diterima melalui struktur gigi yaitu email yang kemudian diteruskan ke dentin hingga sampai ke pulpa. Rangsangan yang diterima akan diubah menjadi impuls dan dihantarkan menuju sistem saraf pusat. Rangsangan tersebut dapat berupa rangsang kimia, listrik, mekanik, maupun thermal. 

Reseptor nyeri tersebut merupakan reseptor yang berasal dari saraf maksilaris dan mandibularis yang merupakan cabang saraf trigeminal. Saraf yang menghantarkan impuls nyeri pada rahang mandibula adalah saraf alveolaris inferior melalui cabang saraf mentalis yang menghantarkan impuls nyeri pada seluruh gigi rahang mandibula. 
Pada rahang maksila, yaitu:
a.   Saraf alveolaris superior, menghantarkan impuls nyeri pada gigi anterior.
b.     Saraf alveolaris media, menghantarkan impuls nyeri pada gigi posterior.

Ada 3 teori yang dikemukakan dalam mekanisme nyeri, yaitu:
         1.   Teori Persarafan Langsung
           Dalam teori ini, rasa nyeri yang timbul pada gigi akibat stimulus langsung disalurkan ke system saraf pusat, yaitu kornu medulla spinalis anterior oleh saraf sensoris.
        
               2.  Teori Persarafan Odontoblas
              Stimulus masuk kedalam porus email lalu diteruskan ke dentin ditangkap oleh serat tomes kemudian rangsangan tersebut diteruskan ke sel saraf pada odontoblas dan langsung menuju pulpa. Jaringan saraf pada pulpa dapat menerima rasa nyeri spesifik seperti termal, kimia dan listrik. Ada dua jenis saraf sensoris didalam pulpa yaitu saraf bermielin tipe  A delta yang paling dominan dan tipe C yang tidak bermielin dengan jumlah minimal. Kemudian stimulus dihantarkan melalui saraf sensorik dan langsung disalurkan ke sistem saraf pusat, yaitu kornu medulla spinalis anterior. Kemudian sistem saraf pusat tersebut memerintahkan neuron motorik untuk memunculkan gerak refleks dan reaksi nyeri pada gigi.
        3.  Teori Hidrodinamik
             Stimulus masuk kedalam porus email lalu diteruskan ke dentin sehingga cairan tubulus dentin bergerak  dan rangsangan diteruskan ke sel saraf pada odontoblas. Proses selanjutnya sama seperti teori persarafan odontoblas.

Referensi: 
Silahkan dijadikan bahan referensi belajar buat sobat semua. Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, bila ada pertanyaan maupun saran dimohon komentarnya yang membangun. Trims ^^
Sabtu, 20 Oktober 2012 4 komentar

Histopatologi Karies Dentin

       Sama halnya dengan email, dentin juga dapat mengalami karies. Hal ini disebabkan karena dentin juga memiliki struktur anorganik berupa kristal hidroksi apatit meski tidak sebanyak pada email. Dentin tersusun atas tubulus-tubulus yang dibangun oleh struktur organik berupa serat kolagen. Akibat struktur yang dimilikinya ini, membuatnya jauh lebih rentan terhadap kerusakan karena hanya dengan asam lemah saja sudah mampu melarutkan (demineralisasi) strukturnya.

           Ada 3 macam perubahan yang terjadi selama karies dentin, yaitu:
  • Asam organik lemah yang mendemineralisasi dentin.
  • Material organik dentin, khususnya kolagen, berdegenerasi dan larut.
  • Hilangnya struktural dentin diikuti dengan invasi bakteri.
      Perjalanan Karies Dentin

Keterangan Gambar:   1. Dentin Reaktif
                                      2. Zona Sklerotik
                                      3. Zona Demineralisasi
                                      4. Zona Invasi dan Destruksi
                                      5. Zona Periferal

Ada 5 zona yang terbentuk selama terjadinya karies dentin, yaitu:
     1.  Zona Dentin Reaktif
         Zona dentin reaktif merupakan suatu zona yang terbentuk diantara dentin dan pulpa, berfungsi sebagai suatu reaksi pertahanan terhadap rangsangan yang terjadi di daerah perifer. Pada zona ini, sudah mulai terbentuk sistem pertahanan nonspesifik dari pulpa yang teraktivasi untuk menghambat kerusakan sehingga tidak berlanjut ke pulpa.

  2.  Zona Sklerotik
        Zona sklerosis merupakan suatu pelindung yang terbentuk apabila rangsangan sudah mencapai dentin untuk melindungi pulpa. Pada zona ini terjadi suatu proses peletakan mineral ke dalam lumen tubulus dentin dan biasa dianggap sebagai mekanisme normal dari pembentukan dentin peritubuler. Peletakan mineral ini membuat berkurangnya daya permeabilitas jaringan, sehingga dapat mencegah penetrasi asam dan toksin-toksin bakteri.
     Zona ini disebut juga zona translusen. Namun maksud translusen disini adalah terjadinya peningkatan kandungan mineral pada tubulus dentin, tidak sama seperti yang terjadi pada email dimana zona translusen disebabkan oleh adanya penurunan kadar mineral dalam email.

    3. Zona Demineralisasi
      Sesuai dengan namanya, pada zona ini terjadi demineralisasi sehingga mineral yang ada pada dentin semakin berkurang. Namun, pada zona ini belum dimasuki oleh bakteri.

    4. Zona Invasi Bakteri
       Sudah semakin banyak mineral pada dentin yang hilang, sehingga materi organiknya pun sudah terlarut. Bakteri sudah masuk ke dalam tubuli dentin.

    5.  Zona Destruksi
        Zona destruksi atau zona nekrosis merupakan suatu zona dimana dentin sudah dihancurkan oleh bakteri. Materi organik sudah semakin banyak yang hilang dan mulai terlihat adanya kavitas pada dentin.

       Berdasarkan buku Art and Science of Operative Dentistry, histopatologi karies dentin terbagi dalam 5 zona berbeda, yaitu:

  Keterangan Gambar:  A. Dentin Normal
                                     B. Dentin mengalami karies
                                     a. Tubulus luas yang mengandung serat kolagen
                                     b. Tubulus kecil, banyak mengandung mineral
                                     1. Dentin Normal
                                     2. Affected dentin (dentin yang terpengaruhi)
                                     3. Infected dentin (dentin yang terinfeksi)

   1. Zona Normal Dentin
      Zona ini merupakan area terdalam dan memiliki tubulus dengan processus odontoblas dan tidak terdapat kristal di dalam lumennya. Tidak ada bakteri di dalam tubulus. Stimulasi pada dentin menghasilkan  sakit yang tajam.

   2.  Zona Subtransparent Dentin
     Zona ini merupakan zona demineralisasi yang terjadi pada intertubulus dentin. Zona ini juga merupakan zona awal terbentuknya kristal yang sangat halus di dalam lumen tubulus dentin. Proses kerusakan processus odontoblas jelas. Masih belum ditemukan adanya bakteri.


   3.  Zona Transparent Dentin
     Pada zona ini, dentin menjadi lebih lunak dari dentin normal. Hal ini menunjukkan bahwa hilangnya mineral yang terdapat di dalam intertubulus dentin. Pada zona ini juga tidak terdapat bakteri. Ikatan kolagen tetap utuh sehingga mampu meremineralisasi intertubular dentin yang mulai rusak sehingga memungkinkan terjadinya self repair untuk melindungi pulpa.



  4.  Zona Turbid Dentin
       Pada zona ini telah terjadi invasi bakteri yang ditandai oleh pelebaran tubulus dentin yang diisi oleh bakteri. Serat kolagen yang menyusun struktur tubulus dentin mulai terdenaturasi sehingga tidak terjadi self repair pada fase ini. Zona ini harus dibuang selama melakukan restorasi.

  5.  Zona Infected Dentin (Outer Carious Dentin)
     Zona ini merupakan lapisan terluar. Terdiri dari permukaan dentin yang penuh bakteri. Tidak adanya mineral dan kolagen yang menyusun dentin. Pembuangan area ini sangat dianjurkan untuk kesuksesan restorasi.


Referensi 
  • Kuliah Pakar drh, Santi Chismirina - FKG Unsyiah
  • Kidd, Edwina. 1991. Dasar Dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya. Jakarta: EGC
  • Fejerskov. 2008. Dental Caries the disease and its clinical management. UK: Blackwell Munksgaard.
  • Heyman. 1995. Art and Science of Operative Dentistry. USA: Mosby. 
Silahkan dijadikan bahan referensi belajar buat sobat semua. Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, bila ada pertanyaan maupun saran dimohon komentarnya yang membangun. Trims ^^                    

Jumat, 19 Oktober 2012 1 komentar

Histopatologi Karies Email

Karies

Istilah
  • Patologi: Ilmu yang mempelajari tentang terjadinya suatu penyakit. 
  • Histopatologi: Ilmu yang mempelajari tentang struktur jaringan sehat yang mengalami perubahan akibat adanya suatu penyakit. 
  • Odontoblast: Sel yang banyak terdapat didalam pulpa, khususnya pada daerah tepinya (perifer). Sel ini memiliki penjuluran (processus) yang masuk ke dentin. Sel ini berfungsi sebagai pembentuk lapisan dentin pada gigi (dentinogenesis). 
  • Ameloblast: Sel yang diturunkan dari lapisan ektodermal yang berperan dalam pembentukan email (amelogenesis). 
  • Bakteri kariogenik: Bakteri yang mampu menghasilkan asam selama aktivitas metabolismenya.

       Histopatologi karies merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang bagaimana suatu jaringan keras gigi berupa email dan dentin yang mengalami kerusakan akibat adanya demineralisasi. Demineralisasi itu sendiri merupakan suatu pelarutan mineral yang terjadi pada lapisan email sebagai dampak dari terpaparnya asam yang berasal dari aktivitas metabolisme bakteri kariogenik yang menempel pada gigi. Namun, keberadaan demineralisasi ini belum menjadi indikator terjadinya karies. Gigi dikatakan telah terjadi karies bila demineralisasi (kerusakan struktur anorganik) sudah disertai dengan kerusakan struktur organiknya sehingga mengakibatkan terbentuknya kavitas.

   Struktur anorganik gigi terdiri atas 95-98% zat anorganik yang berupa hidroksi apatit (Ca10(PO4)5(OH)2), natrium, magnesium dan fluor serta mengandung 1% zat organik yang berupa protein dan keratin. Struktur anorganik inilah yang membuat gigi menjadi organ yang jauh lebih keras dari tulang. Hanya saja, mineral yang terkandung dalam kristal hidroksi apatit ini rentan terhadap asam sehingga apabila ia terpapar oleh asam akan membuat struktur ikatannya tidak stabil dan terjadilah demineralisasi.

Perjalanan Histopatologi Karies Email
Histopatologi karies email

   Ada 4 fase dalam histopatologi karies email, yaitu:
   1.  Zona Translusen
        Ciri-ciri:
  • Zona translusen merupakan fase awal terjadinya karies pada karies email.
  • Pada zona ini telah terjadi demineralisasi pada struktur email, khususnya prisma email, yang mengakibatkan hidroksi apatit dalam prisma email mulai hilang. 
  • Belum terdeteksi adanya karies.
  • Lebih porus dari email normal. Volume porus pada zona ini 1% sedangkan email normal 0,1%.

  2.  Zona Gelap
       Ciri-ciri:
  • Pada zona gelap demineralisasi terus terjadi. Meskipun demikian, pada zona ini terjadi remineralisasi untuk mengisi bagian prisma email yang sudah kehilangan kristal hidroksi apatitnya sehingga akan mengimbangi demineralisasi yang terjadi.
  • Lebih porus dari zona translusen, berkisar 2-4%. Ukuran pori bervariasi, sebagai dampak demineralisasi (pori besar) dan remineralisasi (pori kecil).
  • Pada pori kecil ini terperangkapnya udara, sehingga tampak lebih gelap.
  3.  Zona Badan Lesi
      
Badan Lesi
       Ciri-ciri:
  • Zona ini terletak diatas zona gelap.
  • Porus yang terbentuk semakin besar, berkisar 5% di permukaan tepi dan 25% di bagian tengah.
  • Demineralisasi > Remineralisasi.
  • Mulai ada invasi bakteri. 
  • Garis retzius terlihat jelas.

  4.  Zona Permukaan
Zona Permukaan
       Ciri-ciri:
  • Terbentuknya white spot (bercak putih) pada permukaan email.
  • Dinding permukaan seolah utuh, padahal sebenarnya di bagian dalam sudah terbentuk rongga kosong. Hal ini disebabkan oleh tingkat remineralisasi pada permukaannya sangat tinggi karena terpapar langsung oleh saliva sehingga gigi tampak masih utuh.
  • Meskipun dinding permukaan tampak utuh, namun sebenarnya dinding ini merupakan struktur organik dari gigi yang mengalami remineralisasi sehingga sewaktu-waktu dapat hancur dan terbentuklah karies.
    Histopatologi karies dentin akan dibahas pada posting berikutnya, ^^

   Referensi: 
  •  Kuliah Pakar drh. Santi Chismirina - FKG Unsyiah
  •  Kidd, Edwina. 1991. Dasar Dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya. Jakarta: EGC
Silahkan dijadikan bahan referensi belajar buat sobat semua. Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, bila ada pertanyaan maupun saran dimohon komentarnya yang membangun. Trims ^^
          

Kamis, 18 Oktober 2012 2 komentar

Pemeriksaan Saliva dan Plak untuk Menentukan Faktor Risiko Karies

Saliva


Syarat sebelum melakukan pemeriksaan saliva.
  • Tidak diperbolehkan untuk makan, minum, sikat gigi, dan merokok, selama 1 jam sebelum pemeriksaan.
  • Mengingat sekresi saliva yang terus berubah setiap jamnya, waktu pemeriksaan saliva yang ideal menurut penelitian adalah pada pukul 09.00-11.00. Pada sore hari produksi saliva sangat banyak, sedangkan pada waktu tidur produksi saliva hampir mendekati nol.
 Faktor yang mempengaruhi keadaan saliva:
  •  Kadar fosfat dan kalsium dalam saliva.
  •  Banyaknya jumlah bakteri streptococcus mutan dalam mulut.
  •  Merokok.
1.   Pemeriksaan Kuantitas (laju aliran) Saliva
      Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi laju aliran saliva, yaitu:
  • Derajat hidrasi (asupan air dalam tubuh) mempengaruhi laju aliran saliva beserta kekentalannya.
  • Posisi tubuh. Dalam keadaan berdiri, duduk, maupun tidur, masing-masing memiliki perbedaan dalam laju aliran saliva.
  • Paparan cahaya. Tempat terang, lembab dan suhu kamar juga memiliki perbedaan laju aliran saliva.
  • Stimulus penciuman. Laju saliva pada orang yang mencium aroma makanan berbeda dengan orang yang tidak mencium aroma makanan.
  • Ritme sirkadian (laju aliran saliva).
  • Ritme sirkanul (pengaruh musim). Pada musim panas atau musim dingin, juga berbeda laju aliran saliva.
  • Penggunaan obat-obatan seperti obat anti stres atau obat anti kanker dapat membuat berkurangnya laju aliran saliva.
Cara menghitung laju aliran saliva:
a.   Non stimulasi
      Melihat jumlah laju aliran saliva yang masuk ke rongga mulut tanpa adanya stimulus eksogen (dari luar). Pemeriksaan ini disebut juga dengan resting flow rate.
Cara pemeriksaan:
  • Sediakan tisu (apa saja) yang dilapis dua.
  • Tarik bibi pasien dan letakkan tisu pada setengah permukaan bibir pasien.
  • Lihat droplet (pembasahan, biasanya berbentuk bulat) yang terbentuk pada tisu.
Hasil pemeriksaan: 
  • Droplet terbentuk <30 detik, hasilnya tinggi.
  • Droplet terbentuk 30 - 60 detik, hasilnya sedang. 
  • Droplet terbentuk >60 detik, hasilnya rendah.


b. Stimulasi
    Melihat jumlah laju aliran saliva dengan adanya pemberian stimulus.
Metode pengambilan saliva dengan cara:
  • Metode draining, yaitu dengan cara membiarkan saliva terus mengalir ke dalam tabung gelas.
  • Metode spitting, yaitu dengan cara saliva dikumpulkan terlebih dahulu dalam keadaan mulut tertutup, setelah itu diludahkan ke dalam tabung gelas.
  • Metode suction, yaitu dengan cara saliva disedot dengan menggunakan pipa suction yang diletakkan di bawah lidah.
  • Metode swab, yaitu dengan cara menggunakan 3 buah cotton roll. 1 buah cotton roll diletakkan di bawah lidah, 2 buah sisanya diletakkan pada vestibulum molar 2 atas. Setelah itu, dilakukan penimbangan berat saliva.
Cara Pemeriksaan:
       Metode pengukuran yang digunakan adalah spitting, karena lebih mudah dilakukan oleh pasien. Pemeriksaan dilakukan dengan menyuruh pasien untuk menguyah wax gum yang dikunyah selama 3 menit, kemudian salivanya diludahkan ke tabung gelas. Selanjutnya kunyah lagi dan saliva diludahkan setiap 1 menit. Lakukan sebanyak 5 kali. Jadi lama pemeriksaan saliva adalah 8 menit.
Hasil                                                       Jumlah Saliva
<3,5 ml                                                   very low
3,5 – 5,0 ml                                            low
>5,0 ml                                                   normal

2.   Mengukur Viskositas Saliva
Syarat viskositas atau kekentalan saliva, yaitu saliva normal tidak kental sehingga mirip seperti air. Apabila saliva kental dan banyak buih, mengindikasikan bahwa ada kelainan pada kekentalan saliva.
Kriteria:
Baik (watery/clear), jika saliva:
  • Bening.
  • Cair.
  • Tidak berbusa. Bila berbusa namun masih mengalir seperti air masih dikatakan normal.
  • Bila gelas dimiringkan, saliva langsung mengalir cepat seperti air.
 Sedang (frothy/bubly), jika saliva:
  • Putih.
  • Berbusa.
  • Bila gelas dimiringkan, saliva mengalir perlahan.
 Buruk, jika saliva: 
  • Lengket.
  • Putih.
  • Berbusa.
  • Bila gelas dimiringkan, hampir tidak mengalir.
 3.   Pemeriksaan pH Saliva
     pH normal saliva berkisar antara 6,8 – 7. Sedangkan pH krisis saliva adalah ≤ 5,5. Mengukur pH saliva, dapat digunakan alat pH meter atau kertas lakmus dengan pH indicator.
Gambar pH Meter
pH Meter




Gambar pH Indicator
pH Indicator

Lakmus
Cara mengukur pH saliva dengan kertas lakmus:
  • Rendam lakmus selama 10 detik.
  • Cocokkan warna yang terbentuk dengan menggunakan pH indicator.
  • Hasil :
          5                              Merah (asam)
          7,8                           Hijau (basa)

  4.   Pemeriksaan Kapasitas Buffer Saliva
      Kapasitas buffer atau dapar saliva adalah kemampuan saliva untuk membuat saliva kembali pada pH normalnya. Cara pemeriksaan kapasitas buffer dari saliva, yaitu:
  • Menggunakan test strip.
  • Gunakan pipet untuk mengambil saliva, kemudiam tetesi test strip pada ketiga garis.
  • Tunggu selama 2 menit.
  • Kemudian cocokkan warna yang terbentuk.
Test Strip

      Cara penilaian:
·               Hijau                      poin 4
·               Hijau/biru               poin 3
·               Biru                        poin 2
·               Merah/biru             poin 1
·               Merah                    poin 0

Hasil:
·              Buruk             0-5 poin             Merah
·              Sedang         6-9 poin              Kuning
·              Baik           10-12 poin             Hijau
 
      Referensi: Kuliah drg. Sunnati, Sp.Perio - FKG Unsyiah


   Silahkan dijadikan bahan referensi belajar buat sobat semua. Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, bila ada pertanyaan maupun saran dimohon komentarnya yang membangun. Trims ^^

 
;